Di era digital ini, berbelanja yang awalnya mengharuskan kita
pergi ke toko atau tempat transaksi, sekarang bisa dilakukan hanya dengan
menggerakkan jari di layar smartphone kita. Banyak situs online shop dengan
beragam kriterianya. Ada yang punya brand dan toko/aplikasi sendiri, seperti
H&M, ada yang menampung berbagai vendor dan mempunyai gudang sendiri
seperti lazada, dan ada juga yang hanya menjadi tempat pertemuan penjual dan
pembeli tanpa menanggung risiko transaksi seperti OLX, yang sekaligus jadi
pembahasan di tulisan saya kali ini.
Yang menjadi pertanyaan, apakah kemudahan ini menguntungkan atau
merugikan kita? Kita sulit berkata tidak rasanya bahwa perubahan ini
menguntungkan. Tapi jika kita menjadi korban penipuan karena kemudahan ini,
mungkin banyak dari kita yang baru menyadari bahaya tersembunyi dari sistem
e-commerce ini.
Kerugian materi itu juga saya alami pada hari Rabu, 1 Februari
2017. Ya, di saat hari pertama para pegawai gajian. Waktu itu saya sedang
gencar mencari salah satu tipe kamera fujifilm yang harga barunya kurang lebih
sama dengan satu buah honda revo baru. Pastinya saya cari yang
"second" dengan harapan harganya lebih terjangkau. Oiya, kenapa saya
begitu gencar? Karena hari sebelumnya saya kehilangan kamera samsung saya di
musholla stasiun pasar senen.
Saya putuskan untuk mengawali pencarian di situs olx.co.id.
Singkatnya, setelah 3 hari berkelana di OLX, dan setelah gagal COD dengan
beberapa penjual, saya mendapati penjual kamera fujifilm yang saya cari dengan
harga sangat murah, Rp4.750.000,00. Oke, dengan kondisi psikis yang baru saja
kehilangan kamera, dan melihat kamera yang dicari ditawarkan dengan harga
begitu murah, saya langsung tergiur. Di sinilah awal kesalahan saya.
Setelah saya telepon, orang tersebut memberikan saya nomer WA yang
katanya istrinya, si empunya kamera tersebut, dengan nama Nirwana, sesuai
dengan user ID di OLX. Dan..terjadilah percakapan panjang sampai
akhirnya........di hari berikutnya ba'da maghrib, saya resmi tertipu 5 juta
rupiah. Hiks.
Ternyata, beberapa sahabat saya dengan inisial Sipih dan Samid,
hehe, juga pernah menjadi korban penipuan dengan kronologis serupa. Berikut
saya share modus penipuannya agar menjadi kewaspadaan bagi teman-teman pembaca.
1. Penjual menawarkan harga di bawah pasaran, bahkan jauh, dengan
dalih barang pemberian cuma-cuma, kado ulang tahun, atau sejenisnya yang
membuat penjual tidak perlu menetapkan harga setinggi pasaran agar cepat laku.
Penjual juga mengkondisikan seolah-olah tidak tahu harga pasaran, bahkan
menanyakannya kepada penjual sehingga penjual terkesan lugu.
2. Penjual akan bersikeras bahwa barang dikirim setelah pelunasan
dengan alasan takut barang dikirim ke pembeli yang nakal. Dengan kata-kata
manis dan bersikap lugu lagi pemurah kepada pembeli, maka pembeli sudah
masuk ke perangkap pertama penipu ini, yakni mentransfer uang senilai harga
alias lunas. Oiya, penjual ini, sekali lagi, seorang wanita. Ini senjata yang
ampuh sekali, karena beberapa kaum pria punya stereotype bahwa kriminalis itu
kaum laki-laki, jarang sekali perempuan. Selain itu pria bisa lebih merasa iba
ketika lawan transaksinya wanita. Entah, mungkin pendapat saya saja.
3. Setelah keesokan harinya, penjual menjanjikan pengiriman
barang, pembeli akan dibuat lega. Apalagi, setelah mendapat foto paket
kirimannya lengkap dengan logo JNE/ sejenisnya dan data lengkap kita. Disinilah
permainan psikologis kedua oleh penjual dimulai. Pembeli akan menanyakan nomor
resi pengiriman. Nomor resi pengiriman tersebut tidak dikirimkan, dengan
berkelit bahwa yang mengirimkan adalah suaminya, karena si istri sedang bekerja
di kantor, dan suami tidak bisa dihubungi berkali-kali karena langsung terjun
ke proyek. Oke, bencana sudah di depan mata. Tapi penjual tidak lantas
menghilang. Si penjual tetap merespon pertanyaan pembeli. Di sini kelihaian
penipu dalam membuat si pembeli tetap calm down. Bahkan, ketika telah
mentransfer lunas, penjual mengirimkan scan KTP sesuai nama rekening bank dan
alamat kantor ia bekerja. Sangat lihai bukan membuat pembeli tetap tenang?
4. Teror mulai datang. Setengah jam dari kabar pengiriman, pembeli
akan ditelepon oleh orang yang mengaku petugas Bea Cukai (BC), yang menggeledah
paket, dan mengancam pembeli dengan tuduhan penyelundupan barang karena tidak
ditemukan dokumen kepabeanan. Solusi yang ditawarkan hanya dua: 1) pembeli
mengurus administrasi agar barang tetap dikirim dengan mentransfer ke oknum BC/
petugas BC gadungan tersebut senilai Rp11.500.000 atau 2) mereka akan datang ke
alamat pembeli bersama tim kepolisian untuk menjemput paksa pembeli. Dengan
ancaman tersebut, maka pembeli masuk ke perangkap ke-2. Alhamdulillah, setelah
berkonsultasi dengan teman di BC, saya tidak sampai mentransfer uang permintaan
mereka. Thanks a lot to Utami. Hehe.
5. Sore harinya, penjual yang seolah-olah ikut cemas dengan
ancaman dari oknum BC/petugas BC gadungan, akan mengulang lagi janji
mengirimkan no resi jam 6 sore. Namun, setelah jam 6 sore dan seterusnya, apa
yang terjadi? Betul. Pembeli akan terus menghubungi penjual tetapi tidak
direspon sampai nomor pembeli diblokir. Akibatnya? Ya, kita tidak punya akses
lagi ke orang tersebut dan uang yang sudah ditransfer melayang begitu saja :)
Dari kimiripan kronologis ini, dengan melibatkan oknum BC/petugas
BC gadungan, maka bisa kita simpulkan skema penipuannya bahwa sebenarnya TIDAK
TERJADI PENGIRIMAN BARANG SAMA SEKALI. Penjual hanya mengirimkan paket ke oknum
BC/petugas BC gadungan. Atau, kemungkinan terburuk, barang yang dijual itu
hanya sekedar foto display, alias TIDAK ADA SAMA SEKALI. Hahaha.
Ini pertama dan mungkin terakhir kalinya saya bertransaksi lewat
OLX. Kapok. Untuk itu, saya ingin berbagi hikmah agar dijadikan pelajaran bagi
teman2 sebagai berikut.
1. Untuk kasus kamera yang hilang, kalau sholat di masjid/mushola,
barang-barang diusahakan di depan kita, bukan di samping apalagi belakang kita.
Kalau tidak memungkinkan, lebih baik dititipkan ke petugas penitipan barang.
2. Utamakan bertransaksi secara COD, bukan dikirim, apalagi untuk
barang elektronik. Bahkan kalau bisa, saya tekankan harus COD. Harus.
3. Jangan tergiur dengan harga yang jauh di bawah pasaran, apalagi
ketika dalam kondisi sangat membutuhkan barang tersebut. Lebih baik membayar
lebih banyak tetapi aman, dari pada membayar lebih sedikit tetapi uang hilang
begitu saja.
4. Pemerintah melalui kominfo (kalau-kalau PNS kominfo membaca
tulisan ini) atau otoritas yang bersangkutan, sudah saatnya intervensi pasar
bebas ini dengan membuat regulasi tentang e-commerce semacam ini. Tidak bisa
penjual dan pembeli diberi kebebasan sepenuhnya, karena perlindungan konsumen
maupun penjual sangat terancam di sini. Misal, pemerintah bisa mewajibkan situs
semacam OLX ini memiliki rekber atau sistem sejenisnya yang aman. Penipuan
memang tidak lantas hilang seiring adanya peraturan, tapi sistem pengendalian
yang baik akan bisa meminimalisir kecurangan.
Demikian tulisan ini saya buat dengan tujuan semata-mata berbagi
pengalaman agar kejadian pahit ini tidak menimpa pembaca. Mohon maaf jika ada
pihak-pihak yang tersinggung, tidak ada maksud sama sekali untuk demikian.
Semoga kita bisa lebih jujur, berhati-hati, dan bijak dalam jual-beli. :)