Akhir-akhir ini masyarakat
digegerkan dengan program Pekan Kondom Nasional (PKN) yang rencananya
dilaksanakan dari tanggal 1 s.d 7 Desember 2013, tapi telah dihentikan tanggal
4 Desember 2013. Program ini merupakan pembagian kondom gratis di beberapa
tempat tertentu dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia. Hampir semua berita maupun link di media sosial memberitakan
penolakan masyarakat dengan program tersebut. Ada satu argumen menarik yang
kurang lebih seperti ini “Hentikan Pekan Kondom Nasional karena akan mendorong
banyaknya perzinahan.” Coba baca sekali lagi argumen itu. Ada yang janggal? Ya,
mari kita bahas. Sebelum lebih jauh membahasnya, ingat ya konteksnya, pembagian
kondom ini untuk MENGURANGI PENYEBARAN HIV/AIDS.
Sekarang pertanyannya adalah
apakah orang tidak berhubungan seksual karena kondom mahal dan susah dicari? Apakah
orang akan langsung ingin berhubungan seksual ketika melihat kondom? Kalau
memang free sex sekarang sudah semakin
parah, apakah itu karena banyaknya kondom gratis di pasaran? Bukankah masalah free sex (di Indonesia yang sangat
menjunjung nilai keagamaan) ini kalau ditelusuri sampai akar karena masalah lemahnya
iman? Sekarang kita ambil pengandaian tidak ada lagi kondom di dunia ini.
Apakah orang-orang juga tidak akan lagi berhubungan seks? Yang ada bukankah
makin banyaknya kelahiran bayi di luar nikah dan mungkin makin tinggi penularan
HIV/AIDS? Kita ambil analogi kondom HP. Karena HP kita sering jatuh dan takut
lecet, maka kita perlu ada kondom yang paling tidak bisa melindungi HP dari
lecet. Lalu, kita dapat banyak kondom HP gratis suatu hari. Apakah itu akan
mendorong kita membanting-banting HP? Di samping itu, bukankah argumen di atas
akan memberikan pesan negatif bahwa masyarakat sekarang nafsu-nafsu dan
jahiliyah karena begitu mendapat kondom gratis, mereka langsung berseks ria?
Ini bukan counter atas argumen
penolakan di atas. Ini hanya pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab karena
argumen penolakan bagi-bagi kondom karena “akan mendorong banyaknya perzinahan”
kurang logis jika tidak dibarengi dengan penjelasan yang runtut dan rasional.
Belum lagi ada isu yang
mengatakan PKN ini memakan anggaran 25 milyar, tidak efisien. Semoga saja
masyarakat tidak ada yang salah kaprah kalau program ini milik Kemenkes.
Program ini bukan dari Kemenkes, melainkan dari DKT, perusahaan penghasil
kondom Sutra dan Fiesta. Kalau memang anggaran itu dihabiskan oleh pihak
swasta, kenapa kita harus kebakaran jenggot? Ada yang lebih menarik lagi untuk
dikomentari. Ada beberapa orang / kelompok yang mengaitkan Pekan Kondom Nasional
dengan realisasi jilbab polwan, dengan mengatakan “kondom dibagi-bagi gratis,
jilbab polwan dihalangi.” Pertama, apakah hubungan antara kondom dan jilbab? Saya
masih belum mengerti. Kedua, jilbab polwan itu kewenangan Kapolri, sedangkan program
bagi-bagi kondom ini dari perusahaan swasta. Kenapa mereka menuntut polwan
supaya berjibab kepada pihak swasta? Tidak relevan, bukan?
Saya secara pribadi, tetap menolak Pekan Kondom Nasional. Tapi bukan
karena alasan di atas. Saya lebih melihat kepada efektifitas dari program ini.
Kenapa Pekan Kondom Nasional dikatakan tidak efektif? Ini penjelasan saya.
1. Dari sumber yang saya baca, virus HIV tetap
dapat menular saat berhubungan seksual meskipun telah memakai kondom. Pori-pori
pada kondom (yang terbuat dari latex) sebesar 1/60, sedangkan ukuran virus HIV
sendiri jauh lebih kecil, yakni 1/250. Dengan kata lain, virus ini bisa
menembus ketebalan kondom dan dapat menular melalui kelamin orang lain saat
berhubungan seksual. Penilitian di USA tahun 1992 juga menunjukkan tingkat
kebocoran pada kondom mencapai 30%.
2. Faktor utama penyebaran HIV/AIDS sebenarnya
adalah perilaku seksual yang tidak sehat seperti seringnya berganti pasangan
dan seks anal serta penggunaan jarum suntik dalam pemakaian narkotika. Mau
tidak mau kita harus berbicara kurangnya iman dan penurunan moral sebagai penyebab
utama dari kondisi ini. Lantas, apakah kurangnya iman dan dekadensi moral yang
klise tetapi nyata dan pelik ini bisa diatasi dengan kondom? Ya, kondom bukan solusi,
dia hanya sebagai alat proteksi dari dampak yang lebih buruk.
3. Faktor lain penyebab penyebaran HIV/AIDS yang
tidak bisa kita pandang sebelah mata adalah penyalahguanaan obat bius,
penggunaan jarum suntik yang tidak steril, donor darah yang tidak melalui uji
saring bebas HIV, dan lemahnya pendidikan kesehatan dan konseling. Lagi-lagi,
kondom bukan solusinya.
Jadi, karena kondom kurang efektif untuk mencegah
penyebaran HIV/AIDS, maka program-program bagi kodom gratis dalam rangka Hari
AIDS sedunia sejatinya juga tidak efektif.
Tulisan ini sama sekali bukan untuk mendikte cara berpikir.
Saya hanya merasa gatal saja untuk mengkritisi respon orang-orang dalam menolak
PKN ini. Kalau toh ada penjelasan yang masuk akal tentang alasan-alasan yang
masih saya pertanyakan di atas, silahkan saja sampaikan. Mengenai HIV/ADIS
sendiri, Saya juga belum tau apa solusi yang paling efektif, tetapi setidaknya
dengan menjaga iman dan update serta
terbuka dengan infromasi kesehatan, kita bisa terhindar dari bahaya HIV/AIDS.