Kita tidak pernah tau kita ini sudah layak menyandang predikat muslim atau belum. Kita hanya terus berusaha sepanjang nafas kita meskipun dengan terseok-seok untuk mencapai muslim.
Muslim, berakar dari Islam yang menurut http://www.studyquran.co.uk/20_SIIN.htm berasal dari kata سلم yang berarti berserah diri (submission). Islam itu berserah diri kepada ketetapan Allah, sehingga air mengalir dari atas ke bawah itu Islam, bumi berotasi itu Islam, cahaya berlari dengan kecepatan +/- 300.000 km/detik itu Islam, kambing memakan rumput itu Islam, kencing kita itu Islam, detak jantung kita itu Islam. Jadi, Islam itu fungsi, kata kerja, tata nilai yang mengikuti ketetapan Allah.
Sementara, di zaman ini Islam dipersempit maknanya menjadi sebuah kotak, padatan, institusi, kelompok, atau identitas sehingga ada orang yang Islam dan ada orang yang tidak Islam (beberapa menyebutnya kafir). Dari sinilah kebingungan mulai muncul. "Eh dia bukan orang Islam kok baik banget sama semua orang... Eh itu negara kafir tapi kok menjaga kebersihan banget... Eh dia Islam tapi kok suka jahatin orang..", dsb. Kita Islam dengan bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, tetapi mungkin kita masih kafir terhadap kedisiplinan, kafir terhadap kebersihan, kafir terhadap kejujuran, dan mungkin kafir terhadap keadilan.
Kita makhluk yang teramat dinamis. Satu detik beristighfar, lima menit kemudian menggunjing orang lagi, begitu seterusnya. Maka, yang kita perlukan di era yang sarat perselisihan ini, adalah mengubur dalam identitas keislaman kita. Yang kita tampilkan bukan identitas agama kita, tetapi perbuatan kita, akhlak kita, dan kemanfaatan kita.
Islam dan kafir terikat pada subjek, ruang, dan waktu. Dengan segala keterbatasan kita sebagai manusia, saya meyakini bahwa tidak ada orang yang 100% kafir. Mau tidak mau, kita tinggal menjalani dan menikmati sistem metabolisme dalam tubuh, sistem pencernaan, sistem indera, sistem pernafasan, dan semua sistem biologis dalam tubuh kita. Kita tidak bisa melawan ketetapan Allah tersebut, kecuali kita ingin hancur sendiri. Belum lagi kita dibekali hati, yang karena tiupan rahmat-Nya kita bisa berbuat baik kepada orang lain tanpa perlu mengingat kita ini orang berislam atau bukan.
Tidak ada..tidak ada yang sepenuhnya kafir, saudaraku, yang ada hanyalah kita yang terus bersusah payah mencapai predikat muslim... dan aku tak berani menyebut diriku muslim, sampai tibanya momentum itu, Tuhan menyematkannya sendiri kepadaku. Semoga.
0 komentar