Mengembalikan Indonesia (3)

By Fadli Kurniawan - 08.33


Suatu siang, Bagong menjadi imam sholat dzuhur berjama’ah. Sholat dilakukannya dengan cukup khusyuk, dengan surat At Tin di raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah. Setelah i’tidal, sebelum sampai pada sujud, tiba-tiba Bagong merasa keluar angin yang menyebabkan sholat dan wudlunya batal. Spontan, salah satu jama’ah yang ada di belakangnya dia tepuk pundaknya untuk menggantikannya sebagai imam dan Bagong pun meninggalkan tempat sholat untuk mengulang wudlu dan sholatnya. Akhirnya Bagong yang awalnya imam, menjadi makmum masbuk di raka’at ketiga sholat dzuhur tersebut.

Ini bisa jadi persoalan biasa, bahan lelucon, atau sekedar pelajaran di sholat selanjutnya. Namun, pada skala yang lebih luas ini bisa menjadi pelajaran memimpin masyarakat pada berbagai level. Dalam sholat, urusan pertama adalah syarat sah sholat dahulu, yakni suci dari hadats kecil dan hadats besar. Setelahnya, beberapa hal harus dilakukan di dalam sholat, yang akrab kita sebut dengan rukun sholat mulai dari takbiratul ikhram, membaca Al Fatihah, sampai dengan salam. Jika syarat sah dan rukun sholat bisa terpenuhi, maka baru bisa dikatakan kita selesai melaksanakan sholat. Namun, itu belum cukup karena dibutuhkan kekhusyukan dalam sholat yang tidak menentukan sah dan batalnya sholat, tetapi menjadi nyawa dari sholat itu sendiri. Lagi-lagi khusyuk pun belum cukup karena keseluruhan sholat itu hanya menjadi input. Outputnya adalah kebaikan akhlaq kita dihadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya.

Pemimpin masyarakat harus tau makna idiom dalam sholat: syarat sah-rukun-khusyuk. Apalagi kalau memimpin bukan hanya dalam melaksanakan sholat, tetapi juga dalam bermasyarakat di berbagai aspek. Dan jika pemimpin dalam melaksanakan rukunnya batal syarat sahnya, maka jangan ragu untuk mundur. Itu bukan hanya gentleman, tetapi juga mulia karena menyelamatkan para makmumnya dalam sholat panjangnya di masyarakat hingga sah sampai akhir.

Dan hari ini kita menyaksikan banyak pemimpin yang batal wudlunya. Syarat menjadi pemimpin nomor satu adalah Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedang merasa diri pantas, bisa, dan lebih baik sudah menggugurkan syarat nomor satu itu. 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar